Sidang Pleno NU Ricuh
BANDARLAMPUNG, BUMIWAWAY.ID – Sidang Pleno Tata Tertib Muktamar ke 34 Nahdlatul Ulama (NU) di Universitas Raden Intan (UIN) diwarnai debat yang terjadi akibat kericuhan Surat Keputasan (SK) peserta yang hadir. Senin (22/12).
Salah satu Muktamirin (peserta) yang berasal dari Jakarta Barat, KH. A. Suhaeri Gaos.MM mengeluhkan carut marutnya peserta yang hadir pada sidang pleno.
” Tadi ada terbitan SK baru setelah converence. Terus soal peserta, banyak peserta yang masuk ke sidang pleno tanpa id card. Ketatnya hanya saat pendaftaran, tapi ketika kita masuk ternyata situasi tidak seketat itu. Malah kita lebih capek ketika pendaftaran, ini ada rombongan yang tidak punya id card bisa masuk secara bebas, ” Keluh dia.
Dalam hal ini, lanjut dia, ketua dalam menjawab tidak terlalu tegas dan komunikasinya tidak baik. ” Saya kira menjawabnya tidak terlalu tegas, kita memang butuh pimpinan sidang yang tegas, karena situasi seperti itu kan memang situasi yang melibatkan banyak orang. Kalau komunikasinya baik, tentunya bisa mengakomodir semua proses persidangan,” harap dia.
Dalam kesempatan ini, dia menyatakan kecewa dengan sidang pleno yang berjalan karena dianggap tidak fire. ” Situasi seperti ini kan ada nuansa mision-mision. Kedua-duanya punya kepentingan. Yang harus di perbaiki itu pimpinan sidang saja,” kata dia.
Dia mengatakan, pada hari ini terjadi penundaan rapat pleno. Dan sudah berkali-kali terjadi penundaan pleno persidangan.
” Pasti,nanti kita ikuti pleno lagi. Saya kira soal tata tertib, dan yang paling krusial itu lokasi pemilihan, yaitu disini (UIN) dan di Lampung tengah. Penetapan itu hak panitia, tapi tidak dipersoalkan oleh kita yang penting semua terlibat. Kita menghendaki sidang pleno seperti ini dipimpin oleh orang yang berkompeten,” tegas dia.
Dia menjelaskan, kekisruhan di picu oleh pemersalahan Surat Keputasan (SK) peserta dimana para muktamirin mana saja di perbolehkan masuk. ” Nanti ada kewenangan panitia. Kalau memang itu dianggap sah oleh ketua, mereka melalui proses konferensi itu bisa disahkan, tapi kalau tidak melalui proses konferensi tapi tiba-tiba timbul SK itulah yang tidak bisa kita terima, karena dalam situasi seperti ini itu mudah berubah struktur tergantung kepentingan,” terangnya. (Din/AA)